Aldio Putra Prawira (30) dituntut pidana penjara selama satu tahun dan enam bulan (1,5 tahun) terkait penipuan modus lolos CPNS. Aldio menipu korbannya Rp 200 juta agar bisa lolos CPNS. Modus penipuannya, terdakwa yang bekerja sebagai karyawan swasta itu menjanjikan korbannya, I Kadek Indra lolos CPNS di Kementerian Keuangan Dirjen Bea dan Cukai melalui "jalur khusus".
Pula dalam aksinya dan guna meyakinkan korban, terdakwa kelahiran Badung 20 Juli 1991 ini, mengaku sebagai pejabat golongan tinggi di Kementerian Keuangan. Atas perbuatan terdakwa, korban Kadek Indra dirugikan sebesar Rp 200 juta. "Tuntutan sudah dibacakan. Terdakwa dituntut pidana penjara selama satu tahun dan enam bulan," jelas Jaksa Dewa Ayu Wahyuni Mesi, Selasa 4 Januari 2022.
Dalam surat tuntutan, perbuatan terdakwa dinilai telah memenuhi unsur pidana melakukan penipuan. Untuk itu sebagaimana dakwaan JPU, terdakwa Aldio dijerat Pasal 378 KUHP. Dibeberkan dalam surat dakwaan, berawal pada Desember 2016, korban Indra mendapat informasi dari saksi I Gede Bagus Nugraha.
Bahwa terdakwa mampu meluluskan sebagai CPNS di Kementerian Keuangan Dirjen Bea dan Cukai. Saksi korban pun menemui terdakwa di rumah dinasnya di Perumahan Graha Permai Indah, Desa Dalung, Kuta Utara, Badung. Untuk lulus PNS "jalur khusus" itu, syaratnya harus menyertakan jaminan uang sebesar Rp 200 juta.
Apabila dalam tenggang waktu enam bulan tidak benar bekerja sebagai PNS, maka uang sepenuhnya dikembalikan. Saat pertemuan, terdakwa menyampaikan bahwa ada penerimaan PNS di Kemeterian Keuangan melalui jalur khusus yang dicari hanya beberapa orang. Korban selanjutnya memberitahukan informasi tersebut.
Pihak keluarga korban pun menyetujui dan memberikan izin. Saksi korban kemudian menyiapkan dana awal sebesar Rp 30 juta. Dana tersebut ditransfer langsung ke nomor rekening BRI atas nama Aldio Putra Perwira.
Uang tersebut ditransfer pada 29 Desember 2016. Uang ditransfer melalui BRI cabang Tabanan. Pada Januari 2017, saksi korban bertemu dengan terdakwa di rumahnya. Terdakwa menyuruh saksi korban menandatangani surat pernyataan tertanggal 24 Januari 2017.
Terkait bersedia untuk mengikuti pendidikan PNS, juga terdakwa meminta menyiapkan dana tahap selanjutnya. Pada 30 Januari 2017, saksi korban kembali mentransfer uang Rp 100 juta. Selanjutnya, pada Februari 2017, saksi korban kembali menemui terdakwa untuk pembayaran tahap ketiga sebesar Rp 70 juta.
Pembayaran harus dilakukan karena pendidikan CPNS akan dilakukan pada tanggal 27 Februari 27 Mei 2017. Beberapa hari kemudian saksi korban menemui terdakwa di Jalan Raya Sesetan, Denpasar Selatan. Pertemuan ini untuk menyerahkan uang sebesar Rp 70 juta secara tunai dan dibuatkan kuitansi.
Setelah waktu berlalu, janji sebagai CPNS ternyata tidak terbukti. Terdakwa tidak bisa membuktikan kepada saksi korban bisa meluluskan sebagai CPNS di Kementerian Keuangan Dirjen Bea dan Cukai. Terdakwa juga tidak mengembalikan uang saksi korban.
Akibat perbuatan terdakwa, saksi korban mengalami kerugian sebesar Rp 200 juta.